Opini: Perbedaan Pacaran dengan Komitmen Pernikahan

Posted by Ae89 on Minggu, 25 April 2010 | 0 komentar

Melanjutkan artikel sebelumnya yang berjudul “Ikhwan/ Akhwat Ngerti Syari’at Kok Pacaran”, maka kali ini penulis berusaha untuk lebih menekankan mengenai istilah “Komitmen” yang digunakan oleh saudara/i kita sebagai dalih untuk menghalalkan hubungan antara pria dan wanita nonmuhrim, yang mana istilah “komitmen” ini dianggap lebih legal dibandingkan dengan istilah pacaran. Padahal jika dilihat dari berbagai segi dan sudut pandang, keduanya hampir tidak ada bedanya karena tidak berdasarkan syari’at atau hukum-hukum Islam.
Mari kita bandingkan perbedaan perilaku antara para pelaku pacaran dengan pelaku komitmen. Jika di pacaran, setelah terkena virus merah jambu (VMJ) maka pelaku pacaran satu sama lain akan saling mengungkapkan perasan dan sehingga akhirnya saling mencurahkan perhatian, kasih sayang, saling memberi (barang, makanan, dsb), saling pandang, jalan berdua, nge-date, curhat, telpon/ sms, muncul rasa semangat karena selalu mengingat-ingat si dia dan sebagainya. Trus jika komitmen pun melakukan hal yang sama seperti hal tersebut, maka apalah bedanya dengan pacaran.
Jangan salah kaprah…mari kita lihat dari sumber hukum kita, Al Qur’an dan hadist.
Apakah di dalam Al Qur’an dan hadist menghalalkan yang demikian?
Mungkin banyak yang salah mengartikan sabda Rasulullah SAW yang menyatakan: “Tidak beriman seorang dari kamu, hingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri” (HR Bukhori & Muslim). Jika tidak memahami betul tafsir hadist ini, maka setiap orang pasti akan menganggap bahwa pacaran itu jika “secara Islami” diperbolehkan. Atau ada yang asal mengungkapkan ” Aku mencintaimu karena Allah”, padahal apa yang ia kerjakan(pacaran/ komitmen) itu bertentangan dengan firman Allah. Sekali lagi, Islam tidak menghalalkan pacaran, bagaimanapun wujudnya tidak ada istilah “Pacaran Islami”. Juga tidak ada “Komitmen” pernikahan jika tidak pada “jalur”nya.
Dari Jabir bin Abdullah ra, Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia menyendiri ( berduaan) bersama seorang wanita tanpa ditemani mahromnya, karena yang ketiganya adalah setan” (HR Ahmad)
Mungkin ada orang tua yang belum mengerti tentang hukum batas-batas pergaulan antara pria dan wanita nonmuhrim yang sudah baligh, sehingga saat anaknya menyatakan sedang mempunyai hubungan khusus dengan si A maka dengan enak ortu menyetujui, atau mungkin dengan alasan demi keamanan maka mempersilakan keduanya untuk bisa bertemu di rumah (pacaran ditunggui orang tua). Waduh, gawat, orang tuanya saja sudah menyetujui, padahal baru dapat persetujuan dan belum dalam tahap khitbah (melamar). Orang yang sudah khitbah saja belum boleh berhubungan dekat dengan calonnya, apalagi ini yang baru katanya komitmen. Kalau masih khitbah masih ada kemungkinan untuk membatalkan walimah, apalagi yang baru sepakat mau menikah dan belum sampai tahap khitbah.
Sudahlah saudara/i ku. Apa untungnya membuat suatu hubungan yang belum halal. Sangat disayangkan apabila antum mencoba menghalalkan sesuatu yang diharamkan.
Allah SWT berfirman : “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”.(Q.S.Al Ahzab 33: 36)
Jika antum memang berniat untuk komitmen, maka langkah yang harus antum lakukan adalah tetap jaga hati-pikiran-pandangan, jangan berhubungan dengan lawan jenis layaknya orang berpacaran (meski diembel-embeli pernyataan “aku mencintaimu karena Allah”) dan langkah yang pasti yaknikhitbah kemudian walimah sesegera mungkin. Dan yang lebih penting lagi, coba antum pelajari kajian pranikah yang disertai hukum-hukumnya berdasarkan Al Qur’an dan Hadist.
Sekali lagi saya menulis artikel ini bukan karena merasa paling bagus amalan Islamnya, melainkan sekedar berniat menyampaikan ilmuNya meskipun hanya se-ayat. Artikel ini mudah-mudahan bisa dijadikan sebagai bahan renungan kita bersama. Amin…