AKHWAT/ IKHWAN NGERTI SYARI'AT KOK PACARAN ?!

Posted by Ae89 on Rabu, 03 Maret 2010 | 1 komentar

Kecenderungan saat ini, yakni semakin berkembangnya trend umum "pacaran". Sudah bukan hal yang asing lagi, namun sudah menjadi hal yang familiar. Dikatakan benar jika tayangan televisi dan media komunikasi lainnya mempunyai peran yang cukup penting dalam menyebarkan trend buruk ini. Seolah-olah sudah menjadi hal biasa yang tidak perlu dipertimbangkan lagi dari segi dampak positif maupun negatifnya. Tanpa menyadari bobot dosa yang akan ditanggungnya karena kelalaiannya dalam menjalankan hal-hal sesuai dengan syariat. Dan yang cukup mengkhawatirkan, anak kecil di bawah umur pun sudah mulai mengenal hal tersebut. Sudah seperti jamur atau virus saja, mudah menyebar kepada siapa saja hanya dengan melihat pada orang yang melakukan "pacaran" lalu muncul keinginan untuk mencoba menjalin hubungan yang hukumnya "HARAM" tersebut. Seperti penyakit yang menular saja.
Lalu bagaimana wujud perhatian dan pendidikan orang tua pada anaknya terkait dengan hal ini?! Padahal sudah seharusnya orang tua mempunyai pemahaman yang lebih terhadap semua hal yang seharusnya ditanamkan kepada anaknya, khususnya pemahaman tentang ajaran agama. Karena di dalam Islam, anak lah yang bisa membawa orang tuanya kepada surga atau pun neraka tergnatung pada tarbiyah yang diberikan orang tuanya. Hal ini juga terkait dengan kedudukan anak sebagai amanah yang diberikan olehNya kepada setiap orang tua. Namun lain kasus jika ternyata anak lah yang tidak menuruti perkataan orang tuanya meskipun ajaran yang diberikan adalah hal yang baik. Mungkin ada unsur tidak berbakti yang ada.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahrim: 6)

PACARAN dan PACARAN ISLAMI ? NO WAY !
Lagi-lagi masih ada banyak yang menanyakan, "boleh ga sih pacaran kalo menurut Islam?", "ada ga sih cara pacaran yang Islami?". Sungguh fenomena yang unik dan tak terelakkan, tidak lain hanya karena kurangnya pengetahuan mengenai ajaranNya atau karena memang sengaja melanggar laranganNya semata demi kesenangan sementara di dunia.
Sebagai umat muslim yang memahami ajaran Islam dan mau melaksanakannya, sudah pasti jika ditanya tentang masalah pacaran pasti akan bilang " Ga ada istilah pacaran di dalam Islam", Ga ada istilah 'komitmen' di luar pernikahan", "Ga ada pacaran yang islami. Kalaupun ada ya itu cuma buat pasangan yang pacaran setelah pernikahan ^-^. Ga ada istilah pacaran sebelum pernikahan", dan lain sebagainya.
Memang sulit rasanya untuk me-manage hati, mata, pendengaran, tangan, dan anggota tubuh lainnya supaya manusia yang telah dikaruniai rasa kasih sayang terhadap sesama itu bisa membedakan mana yang seharusnya dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan sehingga manusia tersebut terhindarkan dari kesalahan dalam pencarian "jejak CINTA yang hakiki".
Tidak ada yang bisa mengelak saat hati sudah mulai tumbuh rasa simpati dan suka terhadap lawan jenis. Sudah merupakan fitrah manusia untuk menyukai terhadap lawan jenisnya. Namun fitrah tersebut sudah seharusnya tidak dilanjutkan dengan hal-hal yang membawa kita kepada dosa. Mulai dari memandang, maka akan muncul rasa, selanjutnya akan mengarah kepada keinginan untuk lebih mengenalnya, setelah mengenalnya maka ingin sesuatu yang hal yang lebuh dari sekedar itu."Laa taqrobuzzina, janganlah kalian mendekati zina!". Perasaan simpati jikalau terus dipupuk maka akan menjadi subur, akan menumbuhkan perasaan yang lebih jauh lagi. Hingga akhirnya seolah-olah segalanya menjadi indah, baik yang ada di depan mata ataupun yang tidak. Dan zinanya hati adalah jika membiarkan rasa cinta pada yang bukan muhrim di luar bingkai pernikahan itu terus berkembang, sehingga menjadi benih-benih zina yang lainnya seperti halnya zina mata karena tidak mampu menahan pandangan kepada nonmuhrim yang menjadi simpatinya.

Berikut ini terdapat beberapa hukum yang ada dalam Al Qur'an maupun hadist yang menjadi dasar hukum jika antum-antunna yang ingin mengetahui kejelasan dan kepastian:

"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (Al Isra: 32).

Zina itu banyak cabangnya, yaitu zina hati, mata, dan telinga, dan alat kelaminlah yang akan membuktikan apakah berzina atau tidak” (H.R Bukhari).

Apabila seseorang memalingkan pandangannya pada wanita (lawan jenis;pen) yang bukan muhrimnya karena takut kepada Allah, maka Allah akan membuat dia merasakan manisnya iman” (H.R Bukhari).

Dalam An-Nur/24:30-31 ada larangan untuk mengumbar pandangan, dan hadits lewat Imam Ali : "Hai Ali, hanya dijadikan halal bagimu pandangan yang pertama”(Bukhari).

Lebih baik seseorang menggenggam bara api atau ditombak dari duburnya hingga menembus kepala daripada menyentuh wanita yang bukan muhrimnya.

Hai isteri-isteri Nabi, tiadalah kamu seperti salah seorang dari perempuan-perempuan itu jika kamu bertakwa, maka janganlah kamu terlalu lembut dalam berbicara sehingga tertariklah orang yang di hatinya ada penyakit (keinginan), dan ucapkanlah perkataan yang baik" (Q.S. Al-Ahzab:32).

Jangan sekali-kali seorang lak-laki menyendiri (khalwat) dengan wanita kecuali ada mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya.” (HR Bukhori, Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, Tabrani, Baihaqi dan lain-lain).

Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan.” (H.R. Ahmad)

Jadi, sudah jelas bahwa jawaban untuk pertanyaan "Boleh tidak sih pacaran?" atau "Ada ga sih pacaran yang Islami", maka jawabannya adalah "TIDAK jikalau pacaran dilakukan sebelum terjadinya pernikahan". Maka setelah antum-antunna mengetahui dasar-dasar hukum ini, maka sudah seharusnya ini berarti bahwa antum-antunna sudah bisa dikatakan sebagai orang yang telah mengetahui syari'at tentang hukum pacaran dalam kacamata Islam yang sesungguhnya.

MENCEGAH ITU LEBIH BAIK DARIPADA MENGOBATI SUATU KEBIASAAN

Lalu mungkin masih banyak yang ngeyel "Lha kan pacarannya ga keterlaluan. Cuma curhat-curhat saja, hanya ngobrol lewat SMS saja, kan tidak saling bersentuhan...dan masih banyak alasan pembelaan lainnya...".
Sebenarnya terserah antum-natunna. Jika masih mau berpegang pada ajaran agama Sang Pemilik Cinta yang Hakiki Allah SWT, maka jauhilah meski itu memang sulit. Di dalam Islam, tidak ada istilah garis Islam keras ataupun lunak. Semua hukum Islam yang berlaku jika berasal dari Al Quran dan hadist sudah merupakan peraturan yang berlaku untuk semuanya, tidak ada posisi tawar-menawar lagi. Jikalau memang ini aturan di dalam Islam, maka tidak ada alasan lagi untuk melanggarnya, karena antum tidak akan lepas lagi dari catatan amal/ dosa malaikat Raqib-Atid. Berbeda dengan KUHP yang kalaupun melanggarnya masih mempunyai kesempatan untuk mendapatkan keringanan hukuman. Adalah salah jika antum-antunna menganggap bahwa pendapat ini hanya dikeluarkan oleh Islam garis keras. Islam peduli pada perkembangan zaman, namun tidak mentolerir segala bentuk trend yang menyimpang.
Sebenarnya semuanya kembali pada pribadi masing-masing. Mau taat pada agamaNya atau tidak. Lebih baik mencegah dari pada mengikuti trend yang salah dengan dalih "meskipun saya pacaran / komitmen tapi saya tau batasan-batasannya kok". Manusia tidak selalu berjalan lurus, dan kita sebagai makhluk biasa tidak akan pernah mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Mungkin saja perkataan dan prinsip tidak selalu bisa kita tepati.
Mencagah itu lebih mudah. Jika kita bisa selalu berusaha untuk patuh dengan aturan di dunia, kenapa kita juga tidak selalu berusaha untuk mematuhi peraturan agama?! Jika kita selalu berusaha untuk masuk kuliah meskipun kita sedang malas atau sakit sekalipun, kenapa kita tidak bisa berusaha untuk menahan rasa supaya tidak melanggar larangan "pacaran" yang jelas-jelas diharamkan di dalam ajaran agama?!

KOMITMEN ? NO WAY !
Hari gini, masih pakai cover "KOMITMEN" ?!
Dengan tidak pacaran, bukan pula berarti bahwa kita boleh ber-komitmen sebagai wujud pendekatan ke arah pernikahan. Bagaimanapun, di dalam komitmen pasti ada tindakan yang sulit untuk dicegah seperti munculnya perasaan simpati, bertemu pandang, menghayalkan wajahnya, saling meminjam/ menukar barang milik pribadi dan hal-hal lain yang tidak jauh dari salah satu dampak dari pacaran. Menurut saya, KOMITMEN = PACARAN. Perbedaannya hanya terletak pada pengakuan status masing-masing individu saja. Dan bisa saja sebuah komitmen berakhir di tengah jalan seperti halnya putus hubungan di dalam pacaran.

LALU HARUS BAGAIMANA LAGI?
Hubungan di dalam Islam untuk proses ke arah pernikahan yang benar dan yang dibolehkan dalam syari’at islam hanyalah yang melalui tahap-tahap: (1) Ta’aruf (perkenalan), (2) Khitbah (melamar) dan (3) Menikah.
Menghindari dosa adalah lebih baik. Islam memberikan wujud pencegahan yang bersifat lebih indah dengan solusi "pernikahan".

"Jika seorang hamba menikah, maka telah menjadi sempurnalah setengah agamanya. Maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah pada sebagian yang lainnya “. (HR. Al Hakim dan Ath Thabrani dari Anas Bin Malik. Al Albani meng-hasan-kannya).

Pesan spesial untuk para akhwat/ ikhwan yang mengerti syari'at
Lalu untuk kita yang telah mengerti syari'at, bisa dibayangkan dampak terhadap kasus-kasus ini. Misalnya bagaimana pandangan orang terhadap seorang akhwat yang telah berani berjilbab lebar namun berani menghalalkan pacaran dengan dalih "pacaran Islami" ataupun berani menyatakan status "ber-komitmen" pada seorang ikhwan di luar status sudah menikah?! Dengan catatan bahwa kita memandangnya dari kacamata orang awam yang belum terlalu mengerti syari'at Islam. Orang mungkin tidak akan percaya lagi pada Islam. Jilbab akan dianggap hanya sebagai "cover". Kesucian nama "jilbab" akan terkontaminasi. Iya, mungkin jika kita yang tahu syari'at pasti akan menganggap bahwa jilbab itu sebagai suatu kewajiban bagi setiap wanita muslimah, namun bagi pihak yang belum memahami betul hakikat jilbab maka sebagian dari mereka pasti akan beranggapan bahwa tidak selamanya perempuan berjilbab itu wanita baik dan tidak semua wanita tak berjilbab itu buruk. Dengan munculnya opini seperti ini, maka secara tidak langsung akan merusak tarbiyah kita selama ini, yakni tarbiyah terhadap para wanita muslim untuk menjalankan kewajiban dan perintah untuk berjilbab.